Pada pembahasan kali ini saya akan mencoba menjabarkan mengenai Kesusastraan. Dimana dalam Kesusastraan ini dapat kita bagi menjadi 2 definisi yaitu :
“Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.”
Dan pengertian seni adalah :
“Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu. Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta).”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah suatu tulisan yang makna seni atau keindahan tertentu. Sedangkan seni adalah buah cipta manusia yang muncul dari hati manusia itu sendiri dan lebih merujuk kepada ekspresi manusia tersebut.
Di zaman sekarang, sastra sudah menjadi karya seni yang begitu banyak digunakan orang sebagai media penyaluran ekpresi mereka. contohnya antara lain : Novel, Cerita/cerpen (tertulis/lisan), Syair, Pantun, Sandiwara/drama, Lukisan/kaligrafi, dan lain-lain. selain penyalur bakat dan ekpresi seni seorang manusia, sastra juga berfungsi sebagai suatu teknik berkomunikasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. seperti tradisi budaya Betawi yang mewajibkan untuk berpantun sebagai kata sambutan antar mempelai disaat mereka menikah.
Hubungan sastra dan seni dengan ilmu budaya dasar adalah sama-sama memiliki objek yang sama yaitu manusia. sama-sama mempelajari hubungan antar manusia melalui suatu komunikasi yang beraneka ragam macamnya. dan bayangkan jika manusia hidup tanpa seni. jika manusia hidup tanpa bisa menyalurkan ekspresi mereka. jika manusia tidak bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. maka akan menggangu kejiwaan atau psikologis manusia tersebut.
Sumber :
http://yodi-adhari.blogspot.com/2010/04/pendekatan-kesusastraan.html
PERANAN SASTRA
Dengan pembatasan yang ugal-ugalan — “sastra adalah semua bentuk ekspresi dengan bahasa sebagai basisnya” — wilayah sastra jadi merebak, merengkuh daerah yang sangat luas. Ke dalamnya sudah tercakup sastra lisan maupun tulisan.
Prosa, puisi, lakon, skenario, skripsi, risalah ilmiah, esei, kolom, berita, surat, proposal, catatan harian, laporan, pandangan mata, pidato, ceramah, transkripsi percakapan, wawancara, iklam, propaganda, doa dan sebagainya semuanya jadi termasuk sastra, karena mempergunakan bahasa.
Semua sektor kehidupan, seluruh aktivitas manusia tak bisa membebaskan diri dari bahasa. Bahkan olahraga yang jelas-jelas menitikberatkan pada aktivitas raga, tetap saja membutuhkan bahasa dalam menumbuhkan dan mengembangkan dirinya. Dengan cakupan yang begitu dahsyat, sastra tidak mungkin tidak berguna. Demikianlah mahasiswa yang sedang menekuni berbagai jurusan, akan selalu, suka tak suka berhubungan dengan sastra.
Bagaimana dengan puisi dan prosa yang merupakan bagian dari kesusastraan (baca: sastra yang indah). Apakah puisi dan prosa juga berguna bagi semua mahasiswa, sehingga bukan saja jurusan bahasa dan sastra tapi juga jurusan sosial, ekonomi dan eksakta berkepentingan mengkaji sastra? Apa seorang yang ingin menjadi insinyur, dokter, diplomat, pengusaha, perwira, pemimpin politik, ahli hukum, negarawan dan ulama, perlu membaca sastra?
Di tahun 60-an, pelajaran kesusastraan masih diajarkan di SMA di semua bagian A,B dan C (budaya, eksakta dan ekonomi). Tetapi posisinya memang hanya sebagai pendukung pelajaran Bahasa Indonesia. Tak jarang jam pelajaran kesusastraan dikanibal oleh pelajaran bahasa.
Hal tersebut dimungkinkan, karena pelajaran kesusastraan tak lebih dari hapalan bentuk-bentuk kesusastraan, riwayat hidup pengarang, judul karya dan sinopsis buku-buku wajib baca. Tak pernah ditelusuri secara mendalam (gurunya tak ada yang terdidik ke arah itu) hakekat kesusastraan itu kaitannya dengan berbagai pemikiran yang ada dalam kehidupan. Jadinya pelajaran kesusastraan - lebih popular disebut pelajaran sastra saja - hanya jadi pelajaran tak berguna. Dihapus juga tidak ada akibatnya.
Kesusastraan (prosa dan puisi) sesungguhnya terkait dengan seluruh aspek kehidupan. Hanya saja karena pemaparannya menempuh lajur rekaan imajinasi, sehingga nampak semu. Tapi dalam kesemuannya itu, sastra merefleksikan fenomena hidup beragam dengan mendalam, mengikuti cipta-rasa-karsa penulisnya.
Untuk itu memang diperlukan kesiapan: apresiasi, interpretasi dan analisis, sehingga dunia rekaan di dalam sastra jelas kaitannya dengan seluruh aspek kehidupan. Kritik sebagai perangkat penting yang sesungguhnya berfungsi menunjukkan arti kehadiran sastra, kebetulan sangat parah di Indonesia, sehingga kehadiran sastra semakin tenggelam hanya sebagai hiburan.
Sastra memang memiliki potensi yang hebat untuk menghibur. Dan karenanya sebagai barang komoditi nilainya tinggi. Kaitannya dengan bisnis dan industri juga meyakinkan. Sebuah karya sastra dapat meledak, mengalami ulang cetak setiap tahun dengan oplag raksasa dalam berbagai bahasa.
Namun sastra tidak semata-mata kelangenan, tetapi juga dokumen perjalanan pemikiran yang menjadi bagian dari perjalanan sejarah. Uncle Toms’s Cabin karya Beecher Stowe yang melukiskan derita dan nestapa budak kulit hitam di Amerika Serikat, telah diakui sebagai salah satu pemicu perang Saudara di Amerika dalam rangka menghapuskan perbudakan.
Dokter Zhivago karya Boris Pasternak melukiskan hidup pelakunya yang bernama Lara yang melambangkan Ibu Rusia. Pemerintah tirai besi Uni Soviet melarang Pasternak menerima hadiah nobel, karena novel itu dianggap sebagai potret Rusia yang tidak dikehendaki oleh pemerintah komunis.
Ayat-Ayat Setan karya Salman Rusdie menimbulkan kegegeran dunia, karena dianggap penghinaan terhadap Islam, sehingga Ayatulah Khomeini menjatuhkan hukuman mati pada penulisnya yang berlindung di daratan Inggris.
Di Indonesia, Langit Makin Mendung karya Ki Panji Kusmin, menjadi perkara, sehingga HB Jassin selaku Pimpinan Redaksi majalah Horison yang memuat cerita pendek itu diajukan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah. Sementara Iwan Simatupang, sengaja menulis drama “RT 0 - RW 0” (sekalian dipentaskan oleh para mahasiswanya), dalam rangka memberi kuliah tentang filsafat eksistensialis.
Pada 1980 saya menulis sebuah cerpen SEPI.
Sepi sudah saya bacakan di berbagai tempat: Jakarta, Denpasar, Yogya, Bandung, Leiden, New York, Columbus, Ithaca, Madison, Berlin, Tokyo, Afrika Selatan, Caribia. Kesan yang didapat oleh berbagai pendengar bermacam-macam.
Apa yang tertangkap oleh pembaca memang kadangkalam bisa melampaui dari apa yang mendorong dan ingin didapatkan ketika sastra ditulis. Artinya, sebuah karya sastra, setelah jadi dan dilepaskan kaitannya dengan penulis, menjadi sebanyak apa yang terbaca oleh pembaca.
Bahkan seorang pembaca yang membaca sebuah karya sastra berkali-kali, akan menemukan seperti karya baru karena karya itu selalu memberikan nuansa yang lain, sesuai dengan kondisi dan perasaan yang membacanya.
Boen S. Oemarjati menulis disertasi tentang sajak “Nisan” karya Chairil Anwar yang memberikan beliau gelar doktor. Padahal sajak itu amat pendek:
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu seringgi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta
Sementara HB. Jassin menulis esei panjang yang mendalam terhadap sajak Sitor Situmorang yang berjudul Malam Lebaran. Padahal sajak itu hanya terdiri dari satu baris saja.
Bulan di atas kuburan.
Karya sastra dengan demikian adalah sebuah padatan atau esensi kehidupan yang disampaikan dengan “indah” oleh penulisnya untuk mempertebal rasa kemanusiaan. Membacanya, membahasnya, memerlukan ilmu bantu dari berbagai desiplin, sehingga bila disentuhkan kepada mahasiwa, sastra menjadi semacam “starter”, pemicu pada penjelajahan pemikiran yang tak terbatas ke segala arah.
Sesuatu yang sangat diperlukan oleh para mahasiswa agar tidak terjebak seperti tikus masuk perangkap di dalam ilmu yang ditekuninya.
Sastra akan mengimbangi pematangan, pemantapan serta kedewasaan kepribadian seseorang yang tidak diberikan oleh kurikulum yang hanya ingin mencetak “Manusia Indonesia Yang Cerdas Dan Kompetitif” sebagaimana yang dicanangkan oleh “Cetak Biru” pendidikan Indonesia.
Pelajar dan mahasiswa tak cukup hanya pintar dan menguasai bidang keilmuannya, tetapi juga mesti memahami kehidupan, masyarakat dan realita di mana nanti dia bekerja setelah meninggalkan bangku pendidikan. Kalau tidak, ia bisa menjadi robot yang pintar tetapi sangat berbahaya bagi kemanusiaan.
Zen seorang kandidat doktor dari Indonesia yang sedang belajar phisika murni di Universitas Kyoto (1991) memberikan pengakuan bahwa ia sangat dekat dengan sastra. Dengan sastra ia dibelajarkan untuk melakukan penjelajahan imajinasi yang tak terbatas, sehingga baginya sastra bukan semu atau khayal, tetapi konkrit. Einstein penemu teori relativitas yang juga suka main biola pun pernah berucap:
“Imagination is more important than knowledge”.
Sumber :
http://sastra-perlawanan.blogspot.com/2008/12/peranan-sastra.html
HUBUNGAN SASTRA DAN SENI DENGAN ILMU BUDAYA DASAR
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan ilmu budaya dasar, karena materi – materi yang diulas oleh ilmu budaya dasar ada yang berkaitan dengan sastra dan seni. Budaya Indonesia sanagat menunjukkan adanya sastra dan seni didalamnya. Maka dari itu hubungan sastra dengan seni sangat erat kaitannya karena jika adanya seni tanpa ada sebuah sastra maka seni itu tidak akan terlihat indah atau sempurna.
Latar belakang IBD dalam konteks budaya, negara dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan masalah sebagai berikut :
1. Kenyataan bahwa bangsa indonesia berdiri atas suku bangsa dengan segala keanekaragaman budaya yg tercemin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yg biasanya tidak lepas dari ikatan2 primordial, kesukaan, dan kedaerahan.
2. Proses pembangunan yg sedang berlangsung dan terus menerus menimbulkan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya.
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan mausia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yg telah diciptakannya.
Sumber :
http://arashiihoshigakii.blogspot.com/2010/10/hubungan-antara-sastra-seni-dengan-ilmu.html
ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PROSA
Pengertian dari Prosa
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga dibagi kedalam dua bagian, yaitu prosa lama dan prosa baru. Prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat, sedangkan prosa baru adalah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun.
Jenis-jenis Prosa
Terbagi menjadi Prosa lama dan prosa baru.
http://hunniez-ares-hunniez.blogspot.com/2010/03/ilmu-budaya-dasar-yang-dihubungkan.html
NILAI -NILAI DALAM PROSA FIKSI
Sebagai seni yang bertulang punggung cerita, mau tidak mau lcarya sastra (prosa fiksi) langsung atau tidak langsung membawakan moral, pesan atau cerita. Dengan pezicataan lain prosa mempunyai nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra. Adapun nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra antara lain :
1. Prosa fiksi memberikan kesenangan
Keistimewaan kesenangan yang diperoleh dan membaca fiksi adalah pembaca mendapatkan pengalaman sebagaimana mengalaminya sendiri peristiwa itu peristiwa atau kejadian yang dikisahkan. Pembaca dapat mengembangkan imajinasinya untuk mengenal daerah atau tempat yang asing, yang belum dikunjunginya atau yang tak mungkin dikunjungi selama hidupnya. Pembaca juga dapat mengenal tokoh-tokoh yang aneh atau asing tingkah lakunya atau mungkin rumit perjalanan hidupnya untuk mencapai sukses.
2. Prosa fiksi memberikan informasi
Fiksi memberikan sejenis infonnasi yang tidak terdapat di dalam ensildopedi. Dalam novel sexing kita dapat belajan sesuatu yang lebih datipada sejarah atau laporan jumalistik tentang kehidupan masa kini, kehidupan masa lalu, bahkan juga kehidupan yang akan datang atau kehidupan yang asing sama sekali.
3. Prosa fiksi memberikan warisan kultural
Prosa fiksi dapat menstimuli imaginasi, dan merupakan sarana bagi pemindahan yang tak henti-hentinya dari warisan budaya bangsa.
4. Prosa memberikan keseimbangan wawasan
Lewat prosa fiksi seseorang dapat menilai kehidupan berdasarkan pengalaman¬pengalaman dengan banyak individu. Fiksi juga memungkinkan labih banyak kesempatan untuk memilih respon-respon emosional atau rangsangan aksi yang mungkin sangat berbeda daripada apa yang disajikan dalam kehidupan sendiri.
“Sastra (Sanskerta: शास्त्र, shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sanskerta śāstra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar śās- yang berarti “instruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.”
Dan pengertian seni adalah :
“Seni pada mulanya adalah proses dari manusia, dan oleh karena itu merupakan sinonim dari ilmu. Dewasa ini, seni bisa dilihat dalam intisari ekspresi dari kreatifitas manusia. Seni sangat sulit untuk dijelaskan dan juga sulit dinilai, bahwa masing-masing individu artis memilih sendiri peraturan dan parameter yang menuntunnya atau kerjanya, masih bisa dikatakan bahwa seni adalah proses dan produk dari memilih medium, dan suatu set peraturan untuk penggunaan medium itu, dan suatu set nilai-nilai yang menentukan apa yang pantas dikirimkan dengan ekspresi lewat medium itu, untuk menyampaikan baik kepercayaan, gagasan, sensasi, atau perasaan dengan cara seefektif mungkin untuk medium itu. Sekalipun demikian, banyak seniman mendapat pengaruh dari orang lain masa lalu, dan juga beberapa garis pedoman sudah muncul untuk mengungkap gagasan tertentu lewat simbolisme dan bentuk (seperti bakung yang bermaksud kematian dan mawar merah yang bermaksud cinta).”
Jadi, dapat disimpulkan bahwa sastra adalah suatu tulisan yang makna seni atau keindahan tertentu. Sedangkan seni adalah buah cipta manusia yang muncul dari hati manusia itu sendiri dan lebih merujuk kepada ekspresi manusia tersebut.
Di zaman sekarang, sastra sudah menjadi karya seni yang begitu banyak digunakan orang sebagai media penyaluran ekpresi mereka. contohnya antara lain : Novel, Cerita/cerpen (tertulis/lisan), Syair, Pantun, Sandiwara/drama, Lukisan/kaligrafi, dan lain-lain. selain penyalur bakat dan ekpresi seni seorang manusia, sastra juga berfungsi sebagai suatu teknik berkomunikasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. seperti tradisi budaya Betawi yang mewajibkan untuk berpantun sebagai kata sambutan antar mempelai disaat mereka menikah.
Hubungan sastra dan seni dengan ilmu budaya dasar adalah sama-sama memiliki objek yang sama yaitu manusia. sama-sama mempelajari hubungan antar manusia melalui suatu komunikasi yang beraneka ragam macamnya. dan bayangkan jika manusia hidup tanpa seni. jika manusia hidup tanpa bisa menyalurkan ekspresi mereka. jika manusia tidak bisa berkomunikasi dengan manusia lainnya. maka akan menggangu kejiwaan atau psikologis manusia tersebut.
Sumber :
http://yodi-adhari.blogspot.com/2010/04/pendekatan-kesusastraan.html
PERANAN SASTRA
Dengan pembatasan yang ugal-ugalan — “sastra adalah semua bentuk ekspresi dengan bahasa sebagai basisnya” — wilayah sastra jadi merebak, merengkuh daerah yang sangat luas. Ke dalamnya sudah tercakup sastra lisan maupun tulisan.
Prosa, puisi, lakon, skenario, skripsi, risalah ilmiah, esei, kolom, berita, surat, proposal, catatan harian, laporan, pandangan mata, pidato, ceramah, transkripsi percakapan, wawancara, iklam, propaganda, doa dan sebagainya semuanya jadi termasuk sastra, karena mempergunakan bahasa.
Semua sektor kehidupan, seluruh aktivitas manusia tak bisa membebaskan diri dari bahasa. Bahkan olahraga yang jelas-jelas menitikberatkan pada aktivitas raga, tetap saja membutuhkan bahasa dalam menumbuhkan dan mengembangkan dirinya. Dengan cakupan yang begitu dahsyat, sastra tidak mungkin tidak berguna. Demikianlah mahasiswa yang sedang menekuni berbagai jurusan, akan selalu, suka tak suka berhubungan dengan sastra.
Bagaimana dengan puisi dan prosa yang merupakan bagian dari kesusastraan (baca: sastra yang indah). Apakah puisi dan prosa juga berguna bagi semua mahasiswa, sehingga bukan saja jurusan bahasa dan sastra tapi juga jurusan sosial, ekonomi dan eksakta berkepentingan mengkaji sastra? Apa seorang yang ingin menjadi insinyur, dokter, diplomat, pengusaha, perwira, pemimpin politik, ahli hukum, negarawan dan ulama, perlu membaca sastra?
Di tahun 60-an, pelajaran kesusastraan masih diajarkan di SMA di semua bagian A,B dan C (budaya, eksakta dan ekonomi). Tetapi posisinya memang hanya sebagai pendukung pelajaran Bahasa Indonesia. Tak jarang jam pelajaran kesusastraan dikanibal oleh pelajaran bahasa.
Hal tersebut dimungkinkan, karena pelajaran kesusastraan tak lebih dari hapalan bentuk-bentuk kesusastraan, riwayat hidup pengarang, judul karya dan sinopsis buku-buku wajib baca. Tak pernah ditelusuri secara mendalam (gurunya tak ada yang terdidik ke arah itu) hakekat kesusastraan itu kaitannya dengan berbagai pemikiran yang ada dalam kehidupan. Jadinya pelajaran kesusastraan - lebih popular disebut pelajaran sastra saja - hanya jadi pelajaran tak berguna. Dihapus juga tidak ada akibatnya.
Kesusastraan (prosa dan puisi) sesungguhnya terkait dengan seluruh aspek kehidupan. Hanya saja karena pemaparannya menempuh lajur rekaan imajinasi, sehingga nampak semu. Tapi dalam kesemuannya itu, sastra merefleksikan fenomena hidup beragam dengan mendalam, mengikuti cipta-rasa-karsa penulisnya.
Untuk itu memang diperlukan kesiapan: apresiasi, interpretasi dan analisis, sehingga dunia rekaan di dalam sastra jelas kaitannya dengan seluruh aspek kehidupan. Kritik sebagai perangkat penting yang sesungguhnya berfungsi menunjukkan arti kehadiran sastra, kebetulan sangat parah di Indonesia, sehingga kehadiran sastra semakin tenggelam hanya sebagai hiburan.
Sastra memang memiliki potensi yang hebat untuk menghibur. Dan karenanya sebagai barang komoditi nilainya tinggi. Kaitannya dengan bisnis dan industri juga meyakinkan. Sebuah karya sastra dapat meledak, mengalami ulang cetak setiap tahun dengan oplag raksasa dalam berbagai bahasa.
Namun sastra tidak semata-mata kelangenan, tetapi juga dokumen perjalanan pemikiran yang menjadi bagian dari perjalanan sejarah. Uncle Toms’s Cabin karya Beecher Stowe yang melukiskan derita dan nestapa budak kulit hitam di Amerika Serikat, telah diakui sebagai salah satu pemicu perang Saudara di Amerika dalam rangka menghapuskan perbudakan.
Dokter Zhivago karya Boris Pasternak melukiskan hidup pelakunya yang bernama Lara yang melambangkan Ibu Rusia. Pemerintah tirai besi Uni Soviet melarang Pasternak menerima hadiah nobel, karena novel itu dianggap sebagai potret Rusia yang tidak dikehendaki oleh pemerintah komunis.
Ayat-Ayat Setan karya Salman Rusdie menimbulkan kegegeran dunia, karena dianggap penghinaan terhadap Islam, sehingga Ayatulah Khomeini menjatuhkan hukuman mati pada penulisnya yang berlindung di daratan Inggris.
Di Indonesia, Langit Makin Mendung karya Ki Panji Kusmin, menjadi perkara, sehingga HB Jassin selaku Pimpinan Redaksi majalah Horison yang memuat cerita pendek itu diajukan ke pengadilan dan dinyatakan bersalah. Sementara Iwan Simatupang, sengaja menulis drama “RT 0 - RW 0” (sekalian dipentaskan oleh para mahasiswanya), dalam rangka memberi kuliah tentang filsafat eksistensialis.
Pada 1980 saya menulis sebuah cerpen SEPI.
Sepi sudah saya bacakan di berbagai tempat: Jakarta, Denpasar, Yogya, Bandung, Leiden, New York, Columbus, Ithaca, Madison, Berlin, Tokyo, Afrika Selatan, Caribia. Kesan yang didapat oleh berbagai pendengar bermacam-macam.
Apa yang tertangkap oleh pembaca memang kadangkalam bisa melampaui dari apa yang mendorong dan ingin didapatkan ketika sastra ditulis. Artinya, sebuah karya sastra, setelah jadi dan dilepaskan kaitannya dengan penulis, menjadi sebanyak apa yang terbaca oleh pembaca.
Bahkan seorang pembaca yang membaca sebuah karya sastra berkali-kali, akan menemukan seperti karya baru karena karya itu selalu memberikan nuansa yang lain, sesuai dengan kondisi dan perasaan yang membacanya.
Boen S. Oemarjati menulis disertasi tentang sajak “Nisan” karya Chairil Anwar yang memberikan beliau gelar doktor. Padahal sajak itu amat pendek:
Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu seringgi itu atas debu
dan duka maha tuan bertakhta
Sementara HB. Jassin menulis esei panjang yang mendalam terhadap sajak Sitor Situmorang yang berjudul Malam Lebaran. Padahal sajak itu hanya terdiri dari satu baris saja.
Bulan di atas kuburan.
Karya sastra dengan demikian adalah sebuah padatan atau esensi kehidupan yang disampaikan dengan “indah” oleh penulisnya untuk mempertebal rasa kemanusiaan. Membacanya, membahasnya, memerlukan ilmu bantu dari berbagai desiplin, sehingga bila disentuhkan kepada mahasiwa, sastra menjadi semacam “starter”, pemicu pada penjelajahan pemikiran yang tak terbatas ke segala arah.
Sesuatu yang sangat diperlukan oleh para mahasiswa agar tidak terjebak seperti tikus masuk perangkap di dalam ilmu yang ditekuninya.
Sastra akan mengimbangi pematangan, pemantapan serta kedewasaan kepribadian seseorang yang tidak diberikan oleh kurikulum yang hanya ingin mencetak “Manusia Indonesia Yang Cerdas Dan Kompetitif” sebagaimana yang dicanangkan oleh “Cetak Biru” pendidikan Indonesia.
Pelajar dan mahasiswa tak cukup hanya pintar dan menguasai bidang keilmuannya, tetapi juga mesti memahami kehidupan, masyarakat dan realita di mana nanti dia bekerja setelah meninggalkan bangku pendidikan. Kalau tidak, ia bisa menjadi robot yang pintar tetapi sangat berbahaya bagi kemanusiaan.
Zen seorang kandidat doktor dari Indonesia yang sedang belajar phisika murni di Universitas Kyoto (1991) memberikan pengakuan bahwa ia sangat dekat dengan sastra. Dengan sastra ia dibelajarkan untuk melakukan penjelajahan imajinasi yang tak terbatas, sehingga baginya sastra bukan semu atau khayal, tetapi konkrit. Einstein penemu teori relativitas yang juga suka main biola pun pernah berucap:
“Imagination is more important than knowledge”.
Sumber :
http://sastra-perlawanan.blogspot.com/2008/12/peranan-sastra.html
HUBUNGAN SASTRA DAN SENI DENGAN ILMU BUDAYA DASAR
Masalah sastra dan seni sangat erat hubungannya dengan ilmu budaya dasar, karena materi – materi yang diulas oleh ilmu budaya dasar ada yang berkaitan dengan sastra dan seni. Budaya Indonesia sanagat menunjukkan adanya sastra dan seni didalamnya. Maka dari itu hubungan sastra dengan seni sangat erat kaitannya karena jika adanya seni tanpa ada sebuah sastra maka seni itu tidak akan terlihat indah atau sempurna.
Latar belakang IBD dalam konteks budaya, negara dan masyarakat Indonesia berkaitan dengan masalah sebagai berikut :
1. Kenyataan bahwa bangsa indonesia berdiri atas suku bangsa dengan segala keanekaragaman budaya yg tercemin dalam berbagai aspek kebudayaannya, yg biasanya tidak lepas dari ikatan2 primordial, kesukaan, dan kedaerahan.
2. Proses pembangunan yg sedang berlangsung dan terus menerus menimbulkan dampak positif dan negatif berupa terjadinya perubahan dan pergeseran sistem nilai budaya sehingga dengan sendirinya mental manusiapun terkena pengaruhnya.
3. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menimbulkan perubahan kondisi kehidupan mausia, menimbulkan konflik dengan tata nilai budayanya, sehingga manusia bingung sendiri terhadap kemajuan yg telah diciptakannya.
Sumber :
http://arashiihoshigakii.blogspot.com/2010/10/hubungan-antara-sastra-seni-dengan-ilmu.html
ILMU BUDAYA DASAR YANG DIHUBUNGKAN DENGAN PROSA
Pengertian dari Prosa
Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya. Prosa juga dibagi kedalam dua bagian, yaitu prosa lama dan prosa baru. Prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat, sedangkan prosa baru adalah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun.
Jenis-jenis Prosa
Terbagi menjadi Prosa lama dan prosa baru.
Jenis- jenis Prosa lama yaitu :
- Dongeng
- Hikayat
- Sejarah
- Epos
- Cerita Pelipur Lara
Jenis-jenis Prosa Baru yaitu :
- Cerpen
- Novel
- Biografi
- Kisah
- Otobiografi
http://hunniez-ares-hunniez.blogspot.com/2010/03/ilmu-budaya-dasar-yang-dihubungkan.html
NILAI -NILAI DALAM PROSA FIKSI
Sebagai seni yang bertulang punggung cerita, mau tidak mau lcarya sastra (prosa fiksi) langsung atau tidak langsung membawakan moral, pesan atau cerita. Dengan pezicataan lain prosa mempunyai nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra. Adapun nilai-nilai yang diperoleh pembaca lewat sastra antara lain :
1. Prosa fiksi memberikan kesenangan
Keistimewaan kesenangan yang diperoleh dan membaca fiksi adalah pembaca mendapatkan pengalaman sebagaimana mengalaminya sendiri peristiwa itu peristiwa atau kejadian yang dikisahkan. Pembaca dapat mengembangkan imajinasinya untuk mengenal daerah atau tempat yang asing, yang belum dikunjunginya atau yang tak mungkin dikunjungi selama hidupnya. Pembaca juga dapat mengenal tokoh-tokoh yang aneh atau asing tingkah lakunya atau mungkin rumit perjalanan hidupnya untuk mencapai sukses.
2. Prosa fiksi memberikan informasi
Fiksi memberikan sejenis infonnasi yang tidak terdapat di dalam ensildopedi. Dalam novel sexing kita dapat belajan sesuatu yang lebih datipada sejarah atau laporan jumalistik tentang kehidupan masa kini, kehidupan masa lalu, bahkan juga kehidupan yang akan datang atau kehidupan yang asing sama sekali.
3. Prosa fiksi memberikan warisan kultural
Prosa fiksi dapat menstimuli imaginasi, dan merupakan sarana bagi pemindahan yang tak henti-hentinya dari warisan budaya bangsa.
4. Prosa memberikan keseimbangan wawasan
Lewat prosa fiksi seseorang dapat menilai kehidupan berdasarkan pengalaman¬pengalaman dengan banyak individu. Fiksi juga memungkinkan labih banyak kesempatan untuk memilih respon-respon emosional atau rangsangan aksi yang mungkin sangat berbeda daripada apa yang disajikan dalam kehidupan sendiri.
Ilmu Budaya Dasar Yang Dihubungkan Dengan Puisi
Puisi termasukseni sastra, sedangkan sastra bagian dari kesenian, dan kesenian cabang dari unsur suatu kebudayaan. Puisi adalah sebuah ekspresi pengalaman jiwa dari seorang penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan tuhan melalui media bahasa yang artistik atau estetika, yang secara padu dan utuh dipadatkan kata-katanya. Kepuitisan, keartistikan atau keestetikan bahasa puisi disebabkan oleh kreatifitas penyair dalam membangung puisinya menggunakan :
- Figura bahasa (figuratif language) seperti gaya personifikasi, metafora, perbandingan, alegori, dll. Sehingga puisi menjadi segar, hidup, menarik dan memberi kejelasan dari gambaran angan.
- Kata-kata yang ambiquitas yaitu kata-kata yang bermakna ganda atau banyak tafsir.
- Kata-kata berjiwa yaitu kata-kata yang sudah diberikan susana tertentu, berisi perasaan dan pengalaman jiwa dari seorang penyair sehingga terasa hidup dan memukau.
- Kata-kata yang konotatif yaitu kata-kata yang sudah diberi tambahan nilai-nilai rasa dan asosiasi-asosiasi tertentu.
- Pengulangan, yang berfungsi untuk mengintensifkan hal-hal yang dilukiskan, sehingga lebih mengugah hati bagi seorang pembacanya.
Adapun alasan yang mendasari penyajian puisi pada perkuliahan ilmu budaya dasar adalah sebagai berikut :
- Adanya hubungan antara puisi dengan pengalaman hidup manusia
- Puisi dan keinsyafan atau kesadaran individual
- Puisi dan keinsyafan sosial
0 komentar:
Posting Komentar